Minggu, 22 Juli 2012

Ramadhan dan kontrakan

 Ramadhan dan kontrakan
 
Di saat sebagaimana ramadhan tiba, hampir setiap kegiatan kampus rehat, maka yang terjadi ialah pulang kampung. Tepatnya mudik, barangkali apalah anda menyebutnya. Akan tetapi hal itu berbeda dengan kami, yang dengan cara bertahan di sebuah kontrakan yang tak terasa masa usianya sudah akan berakhir. Lain dengan mahkluk yang bernama  Suhamdani, saudara kami yang lain, yang melakukan ritual pulang ketanah dimana ia pernah dilahirkan dengan telanjang. Selamat mudik Dan, setidaknya masih ada yang selalu merindukanmu di sana, akan tetapi selalulah ingat bahwa mau tak mau kedekatan kita dengan orang tua akan menimbulkan kendurnya sikap kekritisan kita, dan berubah bentuk menjadi sikap manja. Hal itu, saya rasa tak dapat di ganggugugat.
            Di kontrakan ini, kami selalu hidup bersama, dimana kami selalu melakukan ritual-ritual semacam menanak nasi, membuat bumbu sayuran, menyambal dan sejenis itu. Saya harus mengaku, bahwa salah satu seseorang kelahiran Kebumen memang jago untuk hal masak-memasak, barangkali ia memang di takdirkan untuk hgal itu. 
            Bulan ramadhan merupakan bulan yang sangat di rindukan oleh umat muslim, setidaknya itu yang saya tau. Saat sebagaimana pernah pula terjadi peristiwa-peristiwa penting (katanya) yang sempat terjadi dalam sejarah Islam dahulu kala. Mulai dari malam seribu bulan dan lain sejenisnya. Di kontrakan ini, kami selalu bertahan. Dari terik sinar matahari di siang hari, dan hawa dingin di malam hari yang dingin.
            Ramadhan sudah mencapai ke 20 harinya. Kami belum mudik, entah pulang ketanah kelahiran atau tidak pada lebaran yang akan datang. Syukur, saya masih bertahan untuk menjalankan puasa ke 20 hari ini, di lain sisi memang banyak godaan yang datang dan pergi dan datang kembali. Yah, bukan apa. Saya hanya ingin menyelesaikan ibadah ramadhan tahun ini. 
            Di kontrakan ini, kebersamaan ialah pegangan hidup. Barangkali sudah saling merasa, bahwa kami memang jauh dari sanak keluarga. Maka dari itu, kami di kontrakan sini sudah seperti keluarga sendiri. Keluarga yang sebagaimana di ketemukan sudah saling sama dewasa. Perbedaan berlalu lalang begitu saja, mulai dari sudut pandang dan lain sebagainya. Buklankah kita memang terlahir dari perbedaan-perbedaan tersebut, dan sudah barangtentu hal itu menjadi keindahan bagi kami. 
            Entah sampai kapan kami bertahan di kontrakan ini. Belumlah ada pikiran, lebaran tahun ini hendak melakukan ritual pulang ke tanah kelahiran atau tidak. Biarlah saya menceritakan detik-detik dari sisa waktu bulan ramadhan yang masih ada dan sempat saya catatakan, tentu dengan sedikit demi sedikit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar