Minggu, 22 Juli 2012

Detik-Detik Lebaran

Detik-Detik Lebaran

                “Lebaran tahun ini kamu apa enggak pulang”. Bunyi sms itu
                “Masih belum tau, sebenarnya kepingin pulang, tapi gimana ya”.
                “Pulanglah, bapak dan ibu berharap kamu bisa pulang”. Imbuh sms tadi.
                Masih dari keluarga. Maksud saya, sms tersebut masih saja dari ibu saya yang sedang berada di rumah. Tentu, saya kira beliau sangat menanti kepulangan anaknya yang sedang tak berada di sampingnya saat detik-detik hari raya idul fitri. 
                Jika sebuah keluarga sedang merindukan kedatangan anaknya dari jarak kejauhan saat waktu lebaran, apa yang di rasa. Entah, saya tak bisa berkata banyak. Saya seolah kalah. Kalah dengan segala tetesan air mata yang (jujur) tak mampu saya tahan. Mengusapnya pun terasa lemah. Tak ada rasa lain, selain tentang segala hal kerinduan terhadap kampung halaman.  
Tak ada yang dapat mengobati rindu, selain berjumpa atau mengalihkan pada setiap kenangan-kenangan. Setidaknya itu perasaan saya, ketika mudik ke kampung halaman. Meskipun lebaran belum dapat di tentukan, saya tegaskan bahwa hari Senin tanggal 29 2011 ini saya harus sampai di rumah. Keluarga sedang menanti, tentu tak lain khususnya bapak dan ibu. Terimakasih kampung halaman.
                Setelah pada lebaran tahun kemarin saya tak berada di rumah –tepatnya tak mudik-, namun berbeda dengan lebaran tahun ini (2011). Saya mudik, tepatnya kembali ke kampung halaman. Sungguh tak tertahan rindu ini, ingin sekali berteriak puas, lantang menjerit sekuat-kuatnya. Memang betul, kampung dan kontrakan saya tak sejauh yang anda pikirkan. Jika harus di tempuh berkendaraan sepedah motor kira-kira hanya 40menit, itupun paling lambat. Dekat bukan? Tapi, hal itu membuat saya malah semakin malas pulang. Entah barangkali memang sudah tidak kerasaan. Atau mungkin orang yang gak tau diri.
                Saat tiba di rumah, sudah menunggu masakan ibu. Keluarga senang menengok tivi dan berburu informasi tentang jatuhnya hari raya idul fitri. Bermacam-macam kabar, spekulasi membludak kemana-mana. Intinya tetap, saat itu hari raya idul fitri masih belum dapat di tentukan. Barangkali tak hanya di layar kaca televisi saja, bahkan jejaring sosial macam fecebook dan ‘bisingnya kicauan” burung twitter ikut berame-rame untuk sebuah spikulasi. Berpendapat, atau mengira-ngira. Bahagia dan atau cemas. 
                Perbedaan hari lebaran bagi saya bukan masalah. Bukankah kita memang perlu suatu perbedaan, apapun itu. Jika tidak, maka apakah anda juga akan mau apabila kita sama, satu jenis kelamin, satu agama sama, dan lain sejenisnya. Tidak bukan. Ah, terlalu ribet jika saya harus membahas perbedaan di laman tak penting ini. Bagi saya pula, menghormati perbedaan adalah sikap yang bijak. Entah dengan anda. 
                Meskipun penetapan tanggal lebaran ada perbedaan –sekali lagi- bagi saya hal itu bukan soal. Titik. Apalagi hal ini menyangkut tentang keyakinan. Bukankah pada sebuah keyakinan tak ada batasan. Dan itu, (wilayah itu) urusan masing-masing. Mohon maaf lahir dan batin. Entah kapan, dan dimana anda berada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar