Ramadhan dan kontrakan
Di kontrakan ini, kami selalu hidup bersama, dimana kami selalu
melakukan ritual-ritual semacam menanak nasi, membuat bumbu sayuran,
menyambal dan sejenis itu. Saya harus mengaku, bahwa salah satu
seseorang kelahiran Kebumen memang jago untuk hal masak-memasak,
barangkali ia memang di takdirkan untuk hgal itu.
Bulan ramadhan merupakan bulan yang sangat di rindukan oleh umat
muslim, setidaknya itu yang saya tau. Saat sebagaimana pernah pula
terjadi peristiwa-peristiwa penting (katanya) yang sempat terjadi dalam
sejarah Islam dahulu kala. Mulai dari malam seribu bulan dan lain
sejenisnya. Di kontrakan ini, kami selalu bertahan. Dari terik sinar
matahari di siang hari, dan hawa dingin di malam hari yang dingin.
Ramadhan sudah mencapai ke 20 harinya. Kami belum mudik, entah pulang
ketanah kelahiran atau tidak pada lebaran yang akan datang. Syukur, saya
masih bertahan untuk menjalankan puasa ke 20 hari ini, di lain sisi
memang banyak godaan yang datang dan pergi dan datang kembali. Yah,
bukan apa. Saya hanya ingin menyelesaikan ibadah ramadhan tahun ini.
Di kontrakan ini, kebersamaan ialah pegangan hidup. Barangkali sudah
saling merasa, bahwa kami memang jauh dari sanak keluarga. Maka dari
itu, kami di kontrakan sini sudah seperti keluarga sendiri. Keluarga
yang sebagaimana di ketemukan sudah saling sama dewasa. Perbedaan
berlalu lalang begitu saja, mulai dari sudut pandang dan lain
sebagainya. Buklankah kita memang terlahir dari perbedaan-perbedaan
tersebut, dan sudah barangtentu hal itu menjadi keindahan bagi kami.
Entah sampai kapan kami bertahan di kontrakan ini. Belumlah ada
pikiran, lebaran tahun ini hendak melakukan ritual pulang ke tanah
kelahiran atau tidak. Biarlah saya menceritakan detik-detik dari sisa
waktu bulan ramadhan yang masih ada dan sempat saya catatakan, tentu
dengan sedikit demi sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar