Detik-Detik Lebaran
“Lebaran tahun ini kamu apa enggak pulang”. Bunyi sms itu
“Masih belum tau, sebenarnya kepingin pulang, tapi gimana ya”.
“Pulanglah, bapak dan ibu berharap kamu bisa pulang”. Imbuh sms tadi.
Masih dari keluarga. Maksud saya, sms tersebut masih saja dari ibu saya
yang sedang berada di rumah. Tentu, saya kira beliau sangat menanti
kepulangan anaknya yang sedang tak berada di sampingnya saat detik-detik
hari raya idul fitri.
Jika sebuah keluarga sedang merindukan kedatangan anaknya dari jarak
kejauhan saat waktu lebaran, apa yang di rasa. Entah, saya tak bisa
berkata banyak. Saya seolah kalah. Kalah dengan segala tetesan air mata
yang (jujur) tak mampu saya tahan. Mengusapnya pun terasa lemah. Tak ada
rasa lain, selain tentang segala hal kerinduan terhadap kampung
halaman.
Tak
ada yang dapat mengobati rindu, selain berjumpa atau mengalihkan pada
setiap kenangan-kenangan. Setidaknya itu perasaan saya, ketika mudik ke
kampung halaman. Meskipun lebaran belum dapat di tentukan, saya tegaskan
bahwa hari Senin tanggal 29 2011 ini saya harus sampai di rumah.
Keluarga sedang menanti, tentu tak lain khususnya bapak dan ibu.
Terimakasih kampung halaman.
Setelah pada lebaran tahun kemarin saya tak berada di rumah –tepatnya
tak mudik-, namun berbeda dengan lebaran tahun ini (2011). Saya mudik,
tepatnya kembali ke kampung halaman. Sungguh tak tertahan rindu ini,
ingin sekali berteriak puas, lantang menjerit sekuat-kuatnya. Memang
betul, kampung dan kontrakan saya tak sejauh yang anda pikirkan. Jika
harus di tempuh berkendaraan sepedah motor kira-kira hanya 40menit,
itupun paling lambat. Dekat bukan? Tapi, hal itu membuat saya malah
semakin malas pulang. Entah barangkali memang sudah tidak kerasaan. Atau
mungkin orang yang gak tau diri.
Saat tiba di rumah, sudah menunggu masakan ibu. Keluarga senang
menengok tivi dan berburu informasi tentang jatuhnya hari raya idul
fitri. Bermacam-macam kabar, spekulasi membludak kemana-mana. Intinya
tetap, saat itu hari raya idul fitri masih belum dapat di tentukan.
Barangkali tak hanya di layar kaca televisi saja, bahkan jejaring sosial
macam fecebook dan ‘bisingnya kicauan” burung twitter ikut berame-rame
untuk sebuah spikulasi. Berpendapat, atau mengira-ngira. Bahagia dan
atau cemas.
Perbedaan hari lebaran bagi saya bukan masalah. Bukankah kita memang
perlu suatu perbedaan, apapun itu. Jika tidak, maka apakah anda juga
akan mau apabila kita sama, satu jenis kelamin, satu agama sama, dan
lain sejenisnya. Tidak bukan. Ah, terlalu ribet jika saya harus membahas
perbedaan di laman tak penting ini. Bagi saya pula, menghormati
perbedaan adalah sikap yang bijak. Entah dengan anda.
Meskipun penetapan tanggal lebaran ada perbedaan –sekali lagi- bagi
saya hal itu bukan soal. Titik. Apalagi hal ini menyangkut tentang
keyakinan. Bukankah pada sebuah keyakinan tak ada batasan. Dan itu,
(wilayah itu) urusan masing-masing. Mohon maaf lahir dan batin. Entah
kapan, dan dimana anda berada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar